Gaya bahasa eufemisme termasuk kedalam gaya bahasa
perbandingan, ia juga disebut ungkapan pelembut.
Kata
eufemisme berasal dari kata Yunani euphemizein
yang berarti ‘mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan
yang baik’ (Keraf, 1981:117). Sebab itu eufemisme adalah semacam acuan berupa
ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan-ungkapan
yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina,
menyinggung perasaan atau menyugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Dalam tradisi kajian sastra Arab,
istilah eufemisme semakna dengan bahasa kinajah.
al-Mubarrad (w. 258 H.) seorang
sarjana bahasa yang melakukan sistematisasi mengenai konsep kinayah. Dalam karyanya “al-Kamil”,
al-Mubarrad menguraikan tiga model kinayah
beserta fungsinya; pertama, bahasa kinayah
berfungsi menjadikan sesuatu lebih
umum, kedua, bahasa kinayah,
dapat memperindah ungkapan, dan ketiga, bahasa kinayah,
merupakan bahasa yang bersifat pujia. Namun al-Mubarrad tidak banyak
mengulas pada model pertama dan ketiga, ia lebih menitikberatkan pada model
kedua, yaitu kinayah sebagai
penyempurnaan keindahan ungkapan, khususnya yang diambil dari ayat-ayat al-Qur’an.
Dalam surat al-Nisa’, ketika al-Qur’an
menjelaskan hubungan suami istri, atau seorang wanita yang melakukan zina
ditemukan beberapa ungkapan yang menggunakan gaya bahasa eufemisme. Gaya bahasa
tersebut ditemukan sebanyak 9 kali, yaitu: pertama,
kata “al-Fahisyah” (keji) pada ayat 15, 19, dan 25. Menurut jumhur
mufassirin yang dimaksud dengan ‘al-Fahisyah” pada ayat tersebut adalah
perbuatan zina (al-razi, 1994: 102 & 118), sementara menurut pendapat lain,
“al-Fahisyah” adalah segala perbuatan mesum, seperti zina, homoseks, dan
sejenisnya. Kedua, frase “asyiruhunna”,
(bergaulah dengan mereka) pada ayat 19, salah satu penggantinya adalah
berhubungan suami istri (al-Thabari, 1995: 122). Ketiga, frase “dakholtum” (kalian mencampuri)
Pada ayat
23, menurut para mufassir, seperti al-Baghawi, al-Razi, Abu Sa’ud, al-Khazin,
dan al-Thabari adalah hubungan suami istri (al-Alusi, 1994: 5). Keempat, frase “istamta’tum” (kalian ni’mati)
yang dimaksud pada ayat 24 adalah hubungan suami istri. Demikian pendapat para
mufassir, misalnya al-Razi, al-Khazin, dan al-Thabari (1995: 175-179). Kelima, kalusa “wahjurumunna fi almadhaji’i” (dan
pisahkanlah mereka ditempat tidur) yang dimaksud pada ayat 34, menurut Ali
al-Shabuni, al-Alusi, Abu Sa’ud dan Ibn Katsir (1992: 233)adalah hubungan suami
istri. Keenam, frase “lamastum”
(kalian menyentuh), menurut Ibn Katsir (1992: 314) pada ayat tersebut yang
dimaksud adalah berhubungan suami istri. Ketujuh,
kata nusyuz, sebagaimana pada
ayat 128 yang dimaksud adalah meninggalkan kewajiban bersuami istri (tarku mudhaja’atiha) (al-Baghawi, tt:
294). Nusyuz dari pihak istri, misalnya,
meninggalkan rumah tanpa izin suaminya, sedangkan nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap istrinya,
tidak mau menggaulinya, dan tidak mau memberikan haknya.
Memperhatikan
konteks masyarakat Arab pra-Islam, kemudian diakaitkan dengan teori sosiologi
bahasa, seperti yang disampaikan Fromkin, Bernstien mampun Edward sapir menunjukan
bahwa prefersi kata, frase atau klausa dalam al-Qur’an benar benar menjadi
pertimbangan, sehingga bahasa itu menjadi komunikatif. Konteks Arabia yang
secara geografis tidak bersahabat, demikian pula gaya hidup nomad tanaqqul) yang harus dijalani,
pada akhirnya berpengaruh pada karakter penduduk Arab, yaitu menaruh rasa cinta
kepada wanita lain, bahkan menyukai hidup poligami. Karena itu, ketika al-Qur’an
membicarakan tentang hubungan suami istri selalum mengunakan gaya bahasa
eufemisme, sebab, secara psikologis apabila bahasa tersebut disajikan dalam
bentuk bahasa yang sebenarnya, maka sangat dikhawatirkan akan memancing munculnya
nafsu binatang (al-syahwah al-hayawaniyah).
Selain karena faktor etika, yaitu al-Qur’an sebagai wahyu dan kitab yang
berisi petunjuk (hudan yang
diturunkan Allah kepada hamba-Nya, Muhammad SAW, juga kaerna konteks sosial-budaya
masyarakat Arab yang masih primitif dan nomaden.
0 comments:
Post a Comment